Masalah sosial di sebuah negara memang pasti selalu ada. Terlebih ketika terjadi sebuah gejolak / krisis di beberapa hal. Masalah sosial itu sendiri, menurut Soerjono Soekanto adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Seperti misalnya pada krisis ekonomi tahun 1998 lalu. Masalah sosial menjadi isu yang sangat hebat saat itu. Lonjakan harga kebutuhan pokok, bahan bakar, hingga nilai rupiah yang hampir menyentuh angka Rp 19,000 per dolar US nya, membuat masalah sosial menjadi tidak terkendali. Masalah sosial pun sebenarnya adalah sebuah rangkaian permasalahan yang akan menyebabkan keburukan lainnya. Seperti efek domino.
Perusahaan-perusahaan yang bisnisnya rugi dan mengalami kesulitan melakukan pemecatan terhadap ratusan, bahkan ribuan karyawannya. Lalu muncul masalah sosial selanjutnya. Pengangguran menjadi banyak. Banyak orang yang stres karena tidak mampu menghidupi anak istrinya, bahkan menghidupi diri sendiri. Lalu, masalah sosial itu bercabang menjadi tingkat bunuh diri yang tinggi. Bagi sebagian orang yang kurang kuat keyakinan terhadap tangan Tuhan, bunuh diri adalah solusi cepat dan tepat untuk menyelesaikan permasalahannya.
Sebagian orang yang lain memilih cara kekerasan untuk bertahan hidup. Tingkat tindak kekerasan, pemerkosaan, perampokan, hingga pembunuhan menjadi tinggi sekali. Mereka berpikir pendek untuk menyelesaikan masalah sosialnya. Coba perhatikan, di setiap acara televisi yang menayangkan wawancara dengan pelaku perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, atau tindak kejahatan lainnya, hanya ada satu alasan yang mereka ucapkan, " ya, habis gimana mas...untuk bertahan hidup.."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar